Senin, 07 September 2015

Permulaan Dakwah Nabi Muhammad SAW



Langkah Awal Dakwah Nabi Muhammad SAW

Nabi muhammad Saw. adalah salah seorang warga Bani Hasyim, Suatu kabilah yang ada di suku Quraisy. ia lahir pada ttanggal 12 Rabiul awal tahun Gajah bertepatan dengan tanggal 20 Agustus 570 M dan di besarkan dalam keluarga yang baik-baik hingga menjelang dewasa. pendidikan yang di beri keluarga dan para pengasuh nya membekas di dalam dirinya, sehingga ia menjadi orang yang mendapatkan julukan Al-Amiin, Artinya terpercaya.
mejelang usianya yang ke 40, di sudah terlalu biasa memisahkan diri dari kehidupan masyarakat, bersemedi atau bertahanus di Gua Hira. Gua Hira merupakan sebuah tempat yang terletak beberapa kilometer dari kota Mekkah. di tempat itu Nabi Muhammad Saw. berusaha menenagkan jiwanya hingga berlama-lama denga cara bertafakur. pada tanggal 17 Ramadan tahun 611 M, malaikat jibril datang ke hadapanya untuk menyampaikan wahyu yang pertama. Yakni Q.S. Al-A’laq 1-5

"Bacalah (olehmu) dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah . Bacalah dan nama Tuhanmu yang Maha mulia. dia telah mengajar dengan perantaraan pena. di telah mengajar manusia apa yang tidak mereka ketahui"

Namun Muhammad Saw. tidak mampu melakukan nya. Beliau Menjawab , "Saya tidak bisa membaca." Perintah itu berkali-kali di lakukan, Hingga jibril membaca 5 ayat dari surah Al-Alaq, dan akhirnya Nabi Muhammad Saw. mampu membaca wahyu pertama itu dengan baik.
Dengan turunya wahyu pertama itu, berarti Nabi Muhammad Saw telah di pilih Allah untuk menjadi nnabi dan rasul. dalam wahu pertama ini Nabi Muhammad Saw. belum mendapat perintah untuk melakukan dakwah islamiyah kepada umat manusia.
Setelah wahyu pertama itu datang, malaikat jibril lama tidak muncul. sementara Nabi Muhammad Saw. dengan harap-harap cemas menanti turunya wahyu di tempat yang sama. Dalam keadaan bingung itulah kemudian malaikat jibril datang kembali membawa wahyu ke dua yang membawa perintah untuk berdakwah. Wahyu itu adalah Surah Al-Muddatsir: 1-7
"Hai orang yang berselimut Bangun dan berilah peringatan. Hendaklah engkau besarkan Tuhanmu dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkan perbuatan dosa, dan jangan engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah.

Dengan turunnya wahyu ke dua itu, mulailah Rasulullah melakukan dakwah. langkah pertama yang di lakukan adalah berdakwah secara diam-diam di lingkungan sendiri dan di kalangan rekan-rekannya. Oleh karna itu, orang yang pertama menerima dakwahnya adalah keluarga dan para sahabat dekatnya. mulai-mulai istrinya, Siti khadijah menerima ajakan tersebut. lalu sepupunya, Ali Bin Abi Talib. kemudian, Abu Bakar, Sahabat karibnya sejak kanak-kanak. Kemudian zaid, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnyaa Ummu Aiman, seorang pengasuh Nabi Muhammad sejak ibunya, Siti Aminah masih hidup

Di antara sahabat dekat Rasul yang berasil mengajak kawan karibnya untuk menerima dakwah islam adalah Abu Bakar. Abu bakar di kenal sebagai seorang pedagang yag amat luas pergaulannya. melalui beliau banyak orang masuk islam. Di antaranya adalah Usman Bin Affan, Zubair Bin Awwam, Abdurrahman Bin 'Auf, Sa'ad Bin Abi Waqqash, Talhan Bin Ubaidillah Bin Jarrah. Arqam Bin Abi Al-Arqam, dan beberapa penduduk mekkah lainnya. dari Kabilah Quraisy mereka langsung di bawa Nabi Muhammad dan meyatakan ke islamannya. dalam sejarah islama, mereka ini di kenal dengan sebutan As-Sabiqunal Awwalun yaki orang yang pertama memeluk islam.


semoga Bermanfaat.. Amiin.

Jumat, 04 September 2015

Kerajaan - Kerajaan di Jazirah Arab Sebelum Islam

KERAJAAN-KERAJAAN JAZIRAH ARAB PADA MASA ARAB PRA ISLAM


           Pada Zaman Arab pra Islam telah muncul Kerajaan atau kepemerintahan dalam kronologi sejarahnya satu persatu terjadi permasalahan dan perebutan kekuasaan melalui beberapa politik sehingga mengakibatkan kemusnahan. Dan pada saat ini hanya tinggal sejarahnya saja, kerajaan-kerajaan tersebut antara lain adalah;
Pertama, Kepemerintahan Negeri Hijaz
Daerah Hijaz adalah kota mekkah  di bawah kepemerintahan Nabi Ismail a.s. dari keturunan Bana Qathan (Raja Himyariah) dan Nabi Isma’il sebab perkawinannya. Ismail a.s. di karuniai 12 sepasang putra (setengah riwayat), negeri hijaz mempunyai inovasi struktur sosial yang baik antara lain;
Satu.  Struktur kepemerintahan negeri hijaz
  •   Urusan pemerintahan dipegang oleh keturunan bani jurhum (pihak isrtrinya)
  •   Urusan Agama( haji, memlihara ka’bah) dipegang oleh keturunan Nabi Isma’il as

Dan juga didalamnya terdapat beberapa organisasi dalam kepengurusannya antara lain adalah Majlis Siqayah, Rifada, Nadwah, Hijabah, Qajodah, Dan Liwa’
Keadaan Sosial Ekonomi
Dalam perekonomiannya adalah berdagang dan berternak yang hal ini dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW,kota mekah pada waktu itu juga menjadi sentral perdagangan di seluruh Jazirah Arab. Dan dari keturunan Abdul Manaf (Quraisy) antara lain yaitu;
Hasyim                        : berdagang ke daerah Syam
Abdul Syam                : berdagang ke daerah Habsyi
Abdul Muthallib          : berdagang ke daerah Yaman
Naufal                         : berdagang ke daerah Persia
 Seni Budaya
Dalam beberapa Kebudayaan yang terkenal antara lain adalah:
a.       Pengetahuan dalam menggunakan senjata.
b.      Kemahiran dalam memacu kuda.
c.      Kefasihan berbicara yang dapat menyatakan sesuatu dengan mudah untuk dimengerti, dan indah bunyinya baik berupa prosa maupun Sya’ir.

Selain itu masyarakat negeri hijaz juga menguasai dalam ilmu pengetahuan seperti Astronomi (ilmu perbintangan), Ilmu Arsitektur, Ilmu Sejarah dan Ilmu Ramalan Cuaca/Iklim dan sebagainya. Seiring berjalannya waktu kepemerintahan ini mengalami perubahan yang mengakibatkan negeri ini jadi tempat acuan orang-orang Muslim berhaji, dengan turunnya Agama Islam di negeri ini. (M Noor Matdawam,1989. Hal.43)

Kedua, Kerajaan Ma’iniyah
Kerajaan ini berdiri pada abad ke-8 S.M. Nama kerajaan ini dihubungkan dengan Mina, suatu tempat di dekat kota Mekah. Raja pertamanya ialah Abu Yada. Pada masa jayanya, kerajaan ini berhasil melakukan ekspansi di daerah kekuasaannya sampai ke tepi Laut Tengah, Teluk Persi dan Samudera India. Pada masa ini pula, dunia perdagangan mengalami kemajuan yang pesat. Rute perdagangan melalui Arab Tengah sampai ke dataran tinggi Hijaz. (Nouruzzaman Shiddiqie,1981. Hal.125)
Ketiga, Kerajaan Saba’iyah
Kerajaan ini terletak di Negeri Saba’ berdiri pada tahun 950 S.M. atau sekarang dikenal dengan negara yaman yang dipimpin oleh Ratu Bulqis dan ada pada masa kenabian Sulaiman a.s. yang telah diceritakan dalam Al-Qur’an Surat Saba’:34 dan An-Naml: 27. Kerajaan ini merupakan pimpinan pertama yang membawa kemajuan bagi daerah Yaman. Ibu kota kerajaannya ialah Ma’rib, yang terletak kira-kira 3900 kaki di atas permukaan laut. Tidak jauh dari kota ini didirikan bendungan yang dikenal dengan Bendungan Ma’rib (Saddul-Ma’rib). Para sarjana yang menyelidiki teknik bendungan ini mengakui ketinggian mutu dan nilai arsitekturnya. Bendungan ini berfungsi sebagai penampung air yang pada musim kemarau, air itu di distribusikan ke daerah pertanian. Bendungan yang dibangun pada abad kedua Sebelum Masehi ini, membawa kemakmuran bagi daerah Yaman. Rusaknya bendungan ini mengakibatkan malapetaka bagi daerah ini dikarenakan inkar terhadap perintah Allah Swt sebagaimana diceritakan dalam Al-Qur’an yang artinya sebagai berikut;
Tetapi mereka berpaling (kafir), Maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar[1] (QS.Saba’,34:16)
[1] Maksudnya: banjir besar yang disebabkan runtuhnya bendungan Ma'rib.(Nouruzzaman Shiddiqie,1981. Hal.123)

Keempat, Kerajaan Himyariyah
Kerajaan Himyariyah didirikan pada tahun 115 SM-533 M. terletak di negara yaman ibu kotanya bernama san’a, rajanya bernama Qathan bin ‘Abar dan Pada hakikatnya kerajaan ini merupakan penerus dari kerajaan Saba’iyah. Para penguasanya lebih mementingkan peperangan dan ekspansi wilayah dari pada membangun ekonomi. Oleh karena itu, mereka selalu melakukan penaklukan atau ekspansi ke daerah Persia, Habsyi (Ethiopia) dan daerah-daerah lainnya. Salah seorang rajanya yang termasyhur adalah Syammar Yar Usy, yang berhasil menaklukkan Samarkand. Raja terakhirnya bernama Dzu Jadan al-Himyari, yang pada masa kekuasaannya Agama Nasrani dan Agama Yahudi mengalami perkembangan. Ia dikalahkan oleh Aryath, juga salah seorang Panglima Najasyi dari Habsyi, dan mulai saat itulah Yaman menjadi daerah kekuasaan Habsyi.


Kelima, Kerajaan Manazirah (Hirah)
Kerajaan ini berdiri berdiri pada tahun 268 M.-632 M (Abad ke 3 M.)  terletak di negara yaman pindah ke Mesopotamia karena runtuhnya Saddu Ma’rib, Kerajaan ini juga berdiri sampai lahirnya agama Islam dan berjasa pada kebudayaan Islam karena mengadakan perjalanan ke seluruh jazirah arab terutama dalam berniaga, pada masa itu juga menyiarkan kepandaiannya di bidang menulis dan di bidang membaca dengan kala itu masyarakat beranggapan bahwa mereka dapat dianggap sebagai penyair ilmu pengetahuan di jazirah arab  di antara raja-rajanya yang terkenal antara lain adalah Umru Ul Qois, Nu’man ibnu Umru Ul Qois (yang melahirkan istana khawarnaq dan Sadir dipermulaan abad kelima masehi), Mundzir Ibnu Ma’is Sama’, Amir ibnu Hind dan Mundzir Ibnu Nu’man ibnul Mundzir. Dan rajanya yang terakhir adalah Mundzir Ibnu Nu’man ibnul Mundzir pada masa pemerintahnnya Raja Khalid ibnul Walid memerangi Negeri Hirah yang akhirnya negeri Hirah menyerahkan dan bergabung dengan pemerintahan Islam. (Syalabi A. 1987, Hal.41)
Keenam, Kerajaan Ghasasinah (Ghassan)
Kerajaan ini berdiri pada tahun 220 M.- 630 M. berdiri di bagian selatan negeri Syam dan sekarang adalah negara Syria dan didirikan oleh bangsa Arab yang berasal dari Yaman, yang berpindah ke tempat itu disebabkan runtuhnya bendungan air atau di sebut Saddu Ma’rib yang ada pada Kerajaan Saba’iyah. kerajaan ini sangat mempunyai Hubungan yang kuat dengan kerajaan Romawi Timur sama seperti halnya dengan eratnya hubungan antara Kerajaan Manazirah dengan Kerajaan Persia.(Nouruzzaman Shiddiqie,1981. Hal.142)

Ketujuh, Kerajaan Kindah
Kerajaan ini berdiri pada tahun 570 M.- 275 M. Yang letaknya di daerah yaman, Kerajaan ini juga merupakan pecahan dari Kerajaan Saba’iyah, kerajaan kecil ini berdiri di Najed yang didirikan oleh bangsa Arab dari Yaman yang akhirnya pindah, perpindahan mereka disebabkan runtuhnya bendungan air atau Saddu Ma’rib dan kerajaan ini runtuh sebelum lahirnya Nabi Muhammad SAW.



Kedelapan, Kerajaan Qathabah dan Hadramaut
            Kerajaan Qhatabah berdiri 400 s/d 50 S.M. yang terletak di kota Tamna’ sekarang dikenal dengan kuhlan, sedangkan Kerajaan Hadramaut  di jantung kota Syabwah (Klassik Sabota). Kerajaan ini (Kerajaan Hadramaut) berlangsung sejak abad kelima sebelum Masehi s/d akhir abad pertama Masehi.
            Kerajaan Qhataban maupun Kerajaan Hadramaut pernah suatu waktu berada di bawah kekuasaan Kerajaan saba’iyah dan Kerajaan Minaiyah. (Nouruzzaman Shiddiqie,1981. Hal.125)


  

Analisis 

        Dari beberapa kerajaan-kerajaan jazirah Arab tersebut bahwasanya dari kerajaan tersebut telah mengalami proses kepemerintahan yang signifikansinya cukup baik untuk kita contohkan seperti yang ada pada Kepemerintahan Negeri Hijaz. Kerajaan-kerajaan tersebut tidak hanya dipandang dari sisi kejahiliaannya saja akan tetapi dapat kita pandang dalam intelektualisasinya layaknya seperti sekarang ini. Mereka juga mampu merenovasi keadaan Kerajaan atau kepemerintahan yang baik dari struktur dan infrastruktur. Yang akhirnya salah satu dari kerajaan tersebut terkenal dengan bendungan airnya akibat dari kepemerintahan yang  terstruktur baik, juga ada kerajaan lainnya yang dapat kita contohkan seperti dalam kepintaran dalam berdagang yang baik, hafalannya kuat, mampu bersya’ir, ahli di bidang Arsitektur, mengatur strategi perang yang baik dan masih banyak kelebihan yang patut kita contohkan. Sehingga kalau kita cocokkan dengan zaman sekarang dibidang intelektualnya akan memberikan nilai positif terhadap diri kita sendiri dan apabila di korelasikan lagi dengan pemahaman keagamaan, kita dapat memberikan kebaikan pada diri sendiri maupun pada diri orang lain.
Dalam kehidupan orang-orang terdahulu banyak kalangan yang menganut sistem kepemerintahan yang bersiafat monarki non demokrasi yang akhirnya dapat memberikan contoh dalam bentuk konstruk kepemerintahan yang baik untuk sekarang ini, dari beberapa kerajaan-kerajaan tersebut mencontohkan bahwasanya manusia terdahulu mempunyai prinsip yang bagus dari segi sosisalitas sehingga terbentuklah kerajaan atau kepemerintahan untuk kepentingan sendiri dan orang lain meskipun pada akhirnya juga mengalami keruntuhan yang salah satu sebabnya tidak mengikuti ajaran Nabinya terdahulu dan adanya perebutan kekuasaan. Jadi kerajaan-kerajan tersebut memang pernah ada sebelum Islam turun di jazirah Arab yang dampaknya dapat memberikan pengaruh positif dalam pembelajaran meskipun mayoritas kerajaan-kerajaan tersebut buta akan keagamaan yang Nabi-nabi terdahulu pernah mengajarkannya.



Daftar Pustaka
Syalabi A. ,1987,Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 1,Jakarta Pusat:Pustaka Alhusna
Matdawam M. Nor,1989, Lintasan Sejarah Kebudayaan Islam,Yogyakarta : Yayasan Bina Karir.
Shiddiqie Nouruzzaman,1981,Pengantar Sejarah Muslim, Yogyakarta : NUR CAHAYA





DAFTAR PUSTAKA

Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta : Logos 1997.
Ridha, Muhammad, Tarikh al-Insaniyah wa Abtaluha, Terjemah, Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1987.
Al-Mubarakfury, Syaikh Syaifu-rrohman, Sirah Nabawiyah, Jakarta: Pustaka Kautsar, 2007.
TIM Kalimasada, Kearifan Syariat, Surabaya: Khalista, 2009.
Haekal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Nabi Muhammad, Jakarta: Tintamas Indonesia, 1992.
Tim Sejarah 2010 Madrasah Hidayatul Mubtadi’ien Lirboyo, Lentera Kegelapan, Kediri: Pustaka Gerbang Lama, 2010. 
Dewan Redaksi, Syaamil Al-Qur’an Miracle The Reference, Bandung: Sigma Publisher, 2011. 
Dewan Redaksi, Insklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005.
Al-Hadad, Habib Alwi Bin Thahir, Madkhal Ila Tarikh Fi Al-Syarq Al-Aqsha, (terjemah: Sejarah Masuknya Islam Ditimur Jauh, penerjemah ali yahya), Jakarta: lentera, 2001.
Al-Habib, Muhammad Lutfi Bin Yahya, Secercah Tinta, Pekalongan: Menara Publisher,  2012.  
Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2010.
Al-Buty, Fikih Sirah, Jakarta Selatan: Hikmah, 2009.
Soebahar, Erfan, Aktualisasi Hadis Nabi Di Era Teknologi Informasi, Semarang: RaSAIL Media Group, 2010. 

Shihab, Quraish, Membumikan Al-Qur’an Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 2007.

Kondisi Sosial Ekonomi dan Politik Penduduk Makkah Sebelum Islam

SOSIAL EKONOMI DAN POLITIK BANGSA ARAB

A.  PENDAHULUAN
Patut disadari, tujuan mempelajari dan mendalami sirah Nabi saw, bukanlah sebatas untuk mengetahui serangkaian peristiwa sejarah belaka. Bukanlah pula sekadar untuk memmetik hal-hal positif yang terkandung didalam berbagai kisah tentang kejadian penting. Oleh karena itu, kita tak boleh sekali-kali menyejajajrkan studi sirah nabi dengan sejarah pada umumnya. Terlebih jika menyikkapinya seperti ketika kita mempelajari riwayat hidup seorang khalifah atau suatau babak tertentu dalam sejarah  panjang umat manusia. Alih-alih tujuan dari studi sirah nabi yang agung adalah agar setiap muslim dapat melihat potret agama iIslam paling jelas yang terkait dengan hidup rasulullah saw, tetntu setelah mereka memahami sepenuhnya akan setiap prinsip dann kaidah yang dapat diterima nalar.
Apalagi untuk mengetahui dan memahami makna eksternal dan makna internal secara menyeluruh tentang hadits Nabi Muhammad saw maka, tidak akan lepas dari tinjauan sejarah. Baik sejarah turunnya hadits (asbabul wurud)terlebih lagi sejarah tentang konstruk kehidupan sosial, ekonomi dan politik bangsa dimana Nabi Muhammad Saw hidup berdampingan dengan umatnya. Hal ini supaya kita tidak kaku dalam mengaplikasikan hadits dizaman ini. Tentunya jika diaplikasikan di Indonesia yang letak geografis dan kondisi alamnya sangat berbeda jauh dengan Jazirah Arab.
Seperti halnya pemahaman dan pengetahuan kita tentang Al-Qur’an. Kita tidak bisa hanya berpegang kepada tafsir saja tanpa melakukan studi sejarah turunnya ayat itu (asbab an-nuzul) dan hanya berbekal kepada teori-teori tafsir yang telah dibukukan oleh para ulama’ yang notabenenya juga tidak berada dalam geografis dan kondisi alam yang sama dengan negara kita.
Hal ini sangat berpengaruh dalam kehidupan keber-agamaan dan keberagaman identitas sosial, budaya, bahasa, politik dan pendidikan di Indonesia. Agar supaya tidak muncul konflik keagamaan yang berkepanjangan di akibatkan kesalahfahaman dalam memahami dan mengaplikasikan hadits Nabi Muhammad Saw.  
Dengan demikian maka, kehidupan muslim Indonesia diharapakan menjadi contoh bagi umat Islam dunia, dalam menciptakan agama yang demokratis, dinamis, sehingga terbentuk negara yang baldatun thoyyibatun warobbun ghofur sebab Islam hadir sebagai agama yang rohmatan lil-alamin[1] bukan rohmatan lilmuslimin.
Makalah ini mencoba untuk mengupas sedikit tentang sejarah Arab dalam hubungannya dengan kehidupan politik dan ekonomi bangsa arab sebelum dan ketika Nabi Muhammad Saw diutus menjadi Rasul. Sekaligus riwayat penulisan Hadis dimasa Rasul Saw.

B.  PEMBAHASAN
a)   Ekonomi Masyarakat Arab Sebelum Nabi Diutus Menjadi Rasul
Ditinjau dari tempat tinggalnya, orang Arab terbagi dalam dua wilayah, yaitu Arab badui (kampung) danhadhari (perkotaan).[2] Dari sini, nampaklah perbedaan sumber penghidupan di antara mereka. Orang Arab badui menggantungkan sumber kehidupannya dari beternak. Mereka berpindah-pindah menggirim ternak menuju daerah yang sedang mengalami musim hujan atau ke padang rumput.[3] Mereka mengonsumsi daging dan susu hasil ternaknya, membuat pakaian, kemah, dan perabot dari wol (bulu domba) serta menjualnya jika keperluan pribadi dan keluarganya sudah terpenuhi. Kekayaan mereka terlihat dari banyaknya hewan ternak yang dimiliki.[4]
Adapun orang Arab perkotaan, terbagi menjadi dua. Penduduk yang bertempat tinggal di daerah subur seperti Yaman, Thaif, Madinah, Najd, Khaibar atau yang lainnya, mereka menggantungkan sumber kehidupan pada pertanian. Meski begitu mayoritas mereka menggantungkan sumber kehidupannya pada perniagaan. Terutama penduduk Mekah, mereka memiliki pusat perniagaan istimewa. Penduduk Mekah memiliki kedudukan tersendiri dalam pandangan orang-orang Arab, yaitu mereka penduduk negeri Haram (Mekah). Orang-orang Arab lain tidak akan mengganggu mereka, juga tidak akan mengganggu perniagaan mereka.[5] Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menganugerahkan hal itu kepada mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah?” (QS. Al-Ankabut: 67)

Selain penduduk Mekah, penduduk Yaman juga terkenal dengan perniagaan. Mereka menjadikan perniagaan sebagai primadona dalam mencari rezeki.[6] Kegiatan bisnis mereka tidak sebatas di darat, tetapi juga merambah melintasi laut. Mereka berangkat ke daerah pesisir Afrika, seperti Habasyah, Sudan, Somalia, dan negeri Afrika lainnya. Menyeberang sampai ke Hindia dan Pulau Jawa, Sumatera, dan negeri Asia lainnya.[7] Setelah mereka memeluk Islam, orang-orang ini memiliki peran yang sangat berarti dalam penyebaran agama Islam di penjuru dunia.
Transportasi yang mereka andalkan pada saat itu ialah Onta, yang dianggap sebagai perahu padang pasir. Onta merupakan kendaraan yang menakjubkan. Onta memiliki kekuatan yang tangguh, mampu menahan haus dan mampu menempuh perjalanan yang sangat jauh. Onta-onta ini pergi membawa barang dagangan dari negeri lainnya, dan kemudian kembali membawa produk negeri tempat berniaga.
Aktivitas perdagangan ini juga dilakukan oleh kalangan bangsawan seperti: Hasyim, Abu Thalib, Abu Lahab, Abbas, Abu Sufyan bin Harb, Abu Bakar, Zubair bin Awwam, dan lainnya. Di antara mereka ada yang menjaul barang dagangan milik sendiri dan ada juga yang menjualkan barang milik orang lainnya dengan mendapatkan upah atau dengan cara bagi hasil. Begitu pula dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebelum diangkat sebagai rasul, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjualkan barang milik Khadijah.[8]
Selain berdagang, ada juga masyarakat perkotaan yang menjadikan ternak gembalaan sebagai sumber penghidupan, baik itu ternaknya sendiri ataupun bukan. Saat masih kecil, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenggembala kambing, begitu juga Umar bin Khaththab, Ibnu Mas’ud dan lain sebagainya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabadikan perjalanan dagang yang dilakukan orang-orang Quraisy, sebagai perjalanan dagang yang sangat terkenal, yaitu perjalanan musim dingin menuju Yaman, dan sebaliknya perjalanan dagang musim panas ke Syam. Allah Swt berfirman:
“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Rabb pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” (QS. Quraisy: 1-4)[9]

Konsekuensi dari arus perdagangan ini, maka orang-orang Arab zaman jahiliyah memiliki pasar-pasar sebagai pusat perdagangan. Pusat perdagangan yang terkenal, yaitu: Ukazh, Mijannah, dan Zul Majaz. Di antara tiga pasar ini, yang paling besar dan paling banyak pengunjungnya ialah Ukazh. Pasar ini dikunjungi orang-orang Arab dari berbagai daerah di seluruh Arab. Pengunjung terbanyak berasal dari Qabilah (suku) Mudhar, karena memang pasar ini terletak di daerah mereka.[10]
Pusat perdagangan ini bukan hanya sebagai tempat transaksi perdagangan, tetapi juga menjadi pusat pertemuan para pakar sastra, syair, dan para orator. Mereka berkumpul untuk saling menguji. Sehingga, sebagaimana pertumbuhan kota-kota modern saat ini, maka konsep pasar pada masa jahiliyah tersebut tidak sekedar sebagai pusat perbelanjaan, tetapi juga menjadi pusat peradaban, kekayaan bahasa dan transaksi-transaksi global.[11]
Karena pusat perdagangan ini semuanya terletak di wilayah Mekah dan sekitarnya, maka ini berarti kesempatan bagi orang-orang Quraisy mengolaborasi bahasa mereka dengan bahasa Arab dari kabilah-kabilah lainnya. Peran bangsa Arab semakin penting dalam percaturan ekonomi, setelah Nabi Muhammad Saw mengembangkan agama Islam sebab, memang kota Mekkah dan sekitarnya adalah jalur perdagangan.[12]
b)   Ekonomi Masyarakat Arab Sesudah Nabi Diutus Menjadi Rasul
Kondisi perekonomian masyarakat Arab khususnya di kota Makkah setelah Muhammad saw diangkat menjadi Rasul sebenarnya tidak ada perubahan yang signifikan. Mereka tetap melakukan praktik-praktik ribawi dan kecurangan-kecurangan yang lain.
Namun yang patut diteropong adalah perekonomian masyarakat muslim dimasa Nabi diutus menjadi Rasul ketika masih berada di Mekkah, ternyata mendapatkan hambatan yang luar biasa. Ketika umat Islam oleh kaum Quraisy di boikot habis-habisan dalam sisi ekonomi ditambah lagi dengan munculnya perjanjian Hudaibiyah yang memojokkan umat Islam.[13] Tapi meskipun isi perjanjian banyak yang merugikan Nabi Muhammad saw tetap menerima dengan lapang dada. Lalu beliau hijrah ke Madinah maka, disinilah perekonomian umat Islam mulai berubah sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an.[14] Sehingga, selain Madinah merupakan tempat perekonomian yang startegis terlebih lagi dihapuskannya praktik-praktik ribawi maka perekonomian masyarakat Madinah menjadi lebih mapan.[15]
Begitulah gambaran sepintas kondisi perekonomian orang-orang Arab Jahiliyah dan perkembangannya sebelum dan ketika Islam datang menjadi agama mereka, pasar-pasar ini masih berjalan beberapa saat, yang kemudian ditinggalkan. Begitu juga Islam datang menghapuskan transaksi riba, karena riba hanya merusak tatanan perekonomian masyarakat.
c)    Peta Politik Masa Sebelum Nabi diutus menjadi Rasul Saw    
Para penguasa jazirah tatakala terbitnya matahari Islam, bisa dibagi menjadi dua bagian:
a.       Raja-raja yang mempunyai mahkota, tetapi pada hakikatnya mereka tidak bisa merdeka dan berdiri sendiri.  
b.      Para pemimpin dan pemuka kabilah atau suku, yang memiliki kekuasaan dan hak-hak istimewa seperti kekuasaan para raja. Mayoritas di anatar mereka memiliki kebebasan tersendiri. Bahkan boleh jadi sebagian diantara mereka subkordinasi layaknya seorang raja yang mengenakan mahkota.[16]
Pada masyarakat Arab pra Islam sudah banyak ditemukan tata cara pengaturan dalam aktivitas kehidupan sosial yang dapat dibagi pada beberapa sistem-sistem yang ada di masyarakat, salah satunya adalah sistem politik“balas dendam”.[17]  
Sebelum kelahiran Islam, ada tiga kekuatan politik besar yang perlu dicatat dalam hubungannya dengan Arab; yaitu kekaisaran Nasrani Byzantium, kekaisaran Persia yang memeluk agama Zoroaster, serta Dinasti Himyar yang berkuasa di Arab bagian selatan.[18] Setidaknya ada dua hal yang bisa dianggap turut mempengaruhi kondisi politik jazirah Arab, yaitu interaksi dunia Arab dengan dua adi kuasa saat itu, yaitu kekaisaran Byzantium dan Persia serta persaingan antara yahudi, beragam sekte dalam agama Nasrani dan para pengikut Zoroaster.[19]
Pada masa sebelum Islam yang diajarkan disebar luaskan ke bangsa Arab oleh Rasulullah Saw, orang arab sering kali terjadi peperangan antar suku di antaranya dikenal dengan perang Fujjar karena terjadi beberapa kali antar suku, yang pertama perang antara suku Kinanah dan Hawazan, kemuadian Quraisy dan Hawazan serta Kinanah dan Hawazan lagi. Dan peperangan ini terjadi 15 tahun sebelum Rasul diutus.[20]
Dalam masyarakat Arab terdapat organisasi klan (kabilah) sebagai intinya dan anggota dari satu klan merupakan geneologi (pertalian darah). Pemerintah di kalangan bangsa Arab sebelum Islam, menurut para ahli sejarah dimulai oleh golongan Arab Ba'idah.[21] Pada periode pertama dikenal ada kerajaan Aad di daerah Ahkaf al Romel yang terletak antara Oman dan Yaman, kaum Aad juga pernah mendirikan kerajaan antara Makkah dan Yastrib. Kemudian juga dikenal kerajaan dari kaum Tsamud mendiami daerah hijir dan wadi al-Kurro, antara Hijaz dan Syiria. Kemudian dikenal juga kerajaan dari kaum Amaliqah di Arab Timur, Oman Hijaz mereka juga ke Mesir dan Syiria. Pada periode Kedua yaitu pada masa Arab Aribah atau Bani Qhathan yang terkenal dengan kerajaan Madiniyah, kerajaan Sabaiyah dan kerajaan Himyariah.[22]
Bagian dari daerah Arab yang sama sekali tidak pernah dijajah oleh bangsa lain adalah Hijaz. Kota terpenting di daerah ini adalah Mekkah, kota suci tempat ka'bah. Ka'bah pada masa itu bukan saja disucikan dan dikunjungi oleh penganut-penganut bangsa asli Makkah, tetapi juga orang-orang Yahudi yang bermukim di sekitarnya.[23]
Untuk mengamankan para peziarah yang datang ke kota Makkah diadakan pemerintahan yang pada mulanya berada di tangan dua suku yang berkuasa yaitu suku Jurhum dan Ismail sebagai pemegang kekuasaan ka'bah. Kekuasaan politik kemudian berpindah ke suku Khuza'ah dan akhirnya ke suku Quraisy di bawah pimpinanQushai. Suku Quraisy ini kemudian yang memegang dan mengatur politik dan juga urusan urusan yang berkenaan dengan ka'abah. Ada sepuluh (10) jabatan tinggi yang dibagikan kepada kabilah dari suku Quraisy yaitu : Hijabah(penjara kunci ka’bah), Siqayah (penjara air mata Zam zam), Diyat (Kekuasaan hakim sipil dan criminal), Sifarah(kuasa usaha Negara atau duta), Liwa (jabatan ketentaraan), Rifadah (pengurus pajak bagi fakir miskin), Nadwah(jabatan ketua dewan), Khaimman (pengurus balai musyawarah), Khazinah (jabatan administrasi keuangan), Azlim(penjaga panah peramal) untuk mengetahui pendapat para dewa-dewa.[24]
d)   Peta Politik Masa Nabi Saw Menjadi Rasul
Alangkah besarnya perkembangan yang terjadi di negeri-negeri arab selama lima belas tahun setelah pembebasan kota Mekkah.[25] Meskipun pada awal Nabi masih di Mekkah dalam kancah politik dan ekonomi umat Islam di boikot oleh kaum Quraisy.[26]  Hijrah Rasullullah Saw, menjadi tanda berdirinya Dar Al-Islampertama dimuka bumi. Disamping itu, hijrah juga menjadi maklumat bagi umat manusia bahwa daulah Islamiyah telah berdiri dibawah kepemimpinan langsung baginda Rasulullah Saw. 
Oleh sebab itulah tindakan pertama yang dilakukan Rasulullah Saw. adalah meletakkan dasar-dasar paling utama bagi negara baru ini. Dasar-dasar tersebut lalu mengejawantah dalam tiga tindakan utama yang diambil Rasulullah Saw sebagai berikut:
 Pertama, Pembangunan Masjid.[27] Tidak mengherankan, karena pendirian masjid merupakan tindakan terpenting dalam proses pembangunan masyarakat Islam . sebab maysrakat Islam yang kuat harus berpegang pada aturan akidah dan prinsip-prinsip moral Islam, yang kesemua itu berhulu pada potensi spiritual masjid.
 Kedua, mengikat tali persaudaraan antarmuslim, khususnya antara Muhajirin dan Anshar.[28] Negara manapun yang ada di muka bumi tidak mungkin akan berdiri tegak kecuali di atas persatuan dan kesatuan warganya.  Persatuan dan kesatuan itu tidakk akan terwujud jika tidak ada ikatan talu persaudaraan dan rasa kasih saying yng sangat kuat.
Rasulullah Saw, menjadikan nilai persaudaraan yang beliau sematkan dikalangan muhajirin dan anshar sebagai landasan bagi penerapan prinsip-prinsip keadilan sosial, untuk diterapkan dalam sebuah masyarakat yang diakui sebagai salah satu masyarakat yang paling teratur yang pernah ada dimuka bumi.
Ketiga, menyusun undang-undang dasar yang mengatur kehidupan umat Islam, sekaligus mempertegas hubungan mereka dengan non Muslim, khususnya dengan kelompok Yahudi.[29] Piagam madinah mengandung beberapa poin penting yang berhubungan dengan berbagai hukum dan aturan bagi sebuah masyarakat Islam, berikut ringkasannya:
1.    Tampaknya, satu-satunya istilah modern yang paling dekat untuk mendefinisikan piagam madinah adalah undang-undang (dustur). Sebab, piagam madinah menyerupai undang. Isi piagam ini mencakup hampir semua elemen yang biasanya terkandung didalam undang-undang modern.
2.    Piagam Madinah mencerminkan keadilan dan di representasikan sikap rasulullah saw terhadap kaum yahudi. Sebenarnya piagam madinah dapat membuahkan hasil yang manis bagi kedua pihak, muslimin dan yahudi, andaikata kaum yahudi berhenti melakukan kebiasaan lamanya berbuat makar, konspirasi, dan tipu muslihat.
3.    Piagam Madinah menunjukkan beberapa aspek hukum yang terdapat didalam ajaran Islam antara lain: Pertama; klausul pertama Piagam Madinah[30] membutikan bahwa Islam adalah satu-satunya “alat” yang dapat menyatukan umat Islam. Kedua, klausul kedua dan ketiga[31] menunjukkan bahwa salah satu faktor terpenting dalam terbentuknya masyarakat Islam adalah penanaman makna persatuan dan gotong royong dengan sebaik-baiknya. Ketiga, klausul ketujuh Piagam Madinah[32] menunjukkan arti sesungguhnya dari prinsip kesetaraan antar sesama muslim. Keempat, klausul kedua belas piagam madinah[33] menunjukka kepada kita bahwa hukum yang adil merupakan satu-satunya jalan bagi umat Islam untuk menyelesaikan pertikaian, perselisihan dan berbagai perkara yang terjadi diantara mereka.
e)    Penulisan Hadis Ketika Nabi Muhammad di Utus Menjadi Rasul Saw
Setidaknya ada dua aliran dalam menyoroti kodifikasi hadis, yaitu: (1) mereka yang meyakini kodifikasi hadis sebagai produk abad kedua hijriyah yang prosesnya baru dimulai sejak Al-Zuhri melaksanakan tugas berdasarkan surat perintah khalifah Umar Ibn’ Abdul Aziz; dan (2) mereka yang memandang bahwa kodifikasi hadis sudah berproses sejak masa Nabi Saw hingga hadis dibukukan dalam kitab-kitab hadis.[34]
Menurut analisa Quraish Shihab, dari kedua aliran ini yang dapat dibenarkan adalah pendapat aliran yang kedua. Terbukti ditemukannya beberapa naskah hadis seperti:
a)    Al-Shahifah Al-Shahihah (Shahifah Humam) yang berisikan hadis-hadis Abu Hurarirah yang ditulis langsung oleh muuridnya Humam Bin Munabbih. Naskah ini ditemukan oleh Prof. Dr. Hamidullah dalam bentuk manuskrip, masing-masing di Berlin (Jerman) dan Damaskus (Syiria).
b)   Al-Shahifah Al-Shadiqah, yang ditulis langsung  oleh sahabat ‘abdullah bin ‘ash---seorang sahabat yang oleh Abu Hurairah, dinilai banyak mengetahui hadis---sahabat yang mendapat izin langsung untuk menulis apa saja yang didengar dari Rasul, baik saat Nabi ridha maupun marah.
c)    Shahifah Sumarah Ibn Jundub, yang beredar dikalangn ulama yang—oleh Ibn Sirin—dinilai banyak mengandung ilmu pengetahuan. 
d)   Shahifah Jabir Bin ‘Abdullah, seorang sahabat yang, antara lain mencatat masalah-masalah ibadah haji dan khutbah Rasul yang disampaikan pada Haji Wada’, dan lain-lain.
Dari naskah-naskah ini terbukti bahwa kodifikasi hadis Nabi Muhammad Saw, telah ditulis atas prakarsa para Sahabat dan Tabi’in jauh sebelum penulisannya yang secara resmi diperintahkan oleh Umar Bni Abdul Aziz.[35]
Rupanya Syekh Al-A’zhami juga mendukung pandangan kedua ini,  dan berhasil menemukan daftar jumlah sahabat yang menulis naskah-naskah hadis dan bahkan berhasil meneliti hadis dan sekaligus sejarah kodifikasinya. Secara abjadi, nama-nama itu dimulai dari Aban Bin Sa’id Bin Al-Ash hingga Yazid Bin Abi Sufyan, yang berjumlah 61 orang pebulis. Bahkan dalam disertasinya, kelengkapan nama-nama mereka yang punya catatan naskah hadis itu tidak kurang dari 450 orang.[36]
 C.  KESIMPULAN  
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa aktitivitas ekonomi bangsa Arab pra-Islam telah menjadi pusat dunia atau sebagai World Trade Center, baik di bagian selatan jazirah Arab (Yaman) yang dikelola oleh kerajaan Saba’ dan pemerintah Himyar dengan sektor pertanian yang dominan karena memiliki tanah yang subur dan didukung dengan adanya bendungan raksasa Maarib, maupun di bagian utara Arab, Hijaz (Makkah) yang dipengaruhi oleh pihak luar seperti Persia dan Romawi, dengan sektor perdagangan yang terunggul, karena memang wilayahnya tandus dan gersang, tapi letak geografisnya strategis sebagai tempat persinggahan para kafilah.
Adapun karakteristik perekonomian masa Rasulullah adalah sosialis-religius yang menekankan partisipasi kerja kooperatif yang diberlakukan  bagi kaum Muhajirin dan Anshar yang menyebabkan meningkatnya distribusi pendapatan dan kesejahteraan. Dari sinilah terlihat konsep demokrasi ekonomi Rasulullah yang tidak harus diartikan sebagai berlakunya prinsip equal treatment (perlakuan sama), karena menurut Rasulullah orang yang tidak berpunya perlu memperoleh pemihakan dan bantuan yang berbeda (partial treatment). Pada prinsipnya Rasulullah sangat mengutamakan tercapainya kesejahteraan bersama.
Kondisi Politik bangsa Arab sebelum Islam, hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri sendiri-sendiri. Satu sama lain acap kali saling bermusuhan. Mereka tidak mengenal rasa ikatan nasional, asas eksistensi politiknya adalah Kesatuan Fanatisme. Persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin mereka memakai sistem keturunan paman.
Ketika Nabi Muhammad telah diangkat menjadi Rasul, maka peta perpolitikan, sedikit demi sedikit berubah hingga pada akhirnya Islam meneumkan titik baru perpolitikan di tatkala Nabi Muhammad Saw berada di Yathrib. Beliau melakukan politik kesepakatan dengan orang-orang Yahudi dan perjanjian ini dikenal dengan sebutan Piagam Madinah. Piagam madinah ini merupakan kontribusi besar dalam sejarah kemanusiaan, yang selalu menjadi kerangka acuan bagi negara muslim hingga kini.

Kodifikasi Hadis telah dilakukan sejak Masa Rasulullah Saw, bukan dimulai dari masa Khalifah Umar Bin Abdul Aziz pada abad ke Dua Hijriyah dengan ditemukannya bukti-bukti naskah hadis dan jumlah penulisnya sebanyak 61 sampai dengan 450 penulis.

Kepercayaan Masyarakat Mekkah Sebelum Agama Islam

Kepercayaan masyarakat Makkah sebelum agama Islam


kepercayaan masyarakat makkah sebelum Islam
Ilustrasi
Kepercayaan masyarakat Makkah sebelum agama Islam – Awalnya masyarakat Makkah adalah penganut agama tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim as. Kemudian dilanjutkan oleh putranya Nabi Islamil as. Perjalanan hidup Nabi Ibrahim, Siti Hawa (istrinya) dan Nabi Ismail (putranya) membuahkan sejumlah ajaran dan kebudayaan Islam yang sampai sekarang terpelihara, yaitu Ka’bah, maqam Ibrahim, dan peristiwa qurban. Bahkan proses perjalanan kehidupan keluarga ini dijalankan kembali oleh umat Islam dalam salah satu rukun haji.
Setelah Nabi Ibrahim as. wafat, masyarakat Makkah mulai pindah menyembah selain Allah. Proses perpindahan kepercayaan itu berawal dari Amir bin Lubai seorang pembesar suku Khuza’ah yang melakukan perjalanan ke Syam (Syiria). Dia melihat penduduk kota Syam melakukan ibadah dengan menyembah berhala. Dia tertarik untuk mempelajari dan mempraktikannya di Makkah. Dia membawa berhala yang diberi nama Hubal dan diletakkan di Ka’bah. Berhala Hubal menjadi pimpinan berhala yang lainnya seperti Latta, Uzza dan Manna.
Dia mengajarkan kepada masyarakat Makkah cara menyembah berhala. Sehingga masyarakat Makkah meyakini bahwa berhala adalah perantara untuk mendekatkan diri kepada tuhannya. Sejak itulah mereka mulai membuat berhala-berhala sehingga mencapai 360 berhala yang diletakkan mengelilingi Ka’bah. Dan mulailah kepercayaan baru masuk ke masyarakat Makkah dan kota Makkah menjadi pusat penyembahan berhala.
Ketika melaksanakan haji, bangsa Arab melihat berhala-berhala di sekitar Ka’bah. Mereka bertanya alasan penyembahan berhala. Para pembesar menjawab bahwa berhala-berhala tersebut merupakan perantara untuk mendekatkan diri kepada tuhan. Setelah itu, mereka kembali ke daerahnya dan meniru cara ibadah masyarakat Makkah. Mulailah kepercayaan baru menyebar di seluruh Jazirah Arab.
Masa itu disebut masa jahiliyyah. Jahiliyyah bukan berarti mereka bodoh dari keilmuannya, namun mereka bodoh dari keimanan kepada Allah seperti yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim as. Masyarakat Makkah menyimpang dari ajaran Nabi Ibrahim as. Penyimpangan kepercayaan itu disebabkan olehpertama, adanya kebutuhan terhadap Tuhan yang selalu bersama mereka teruma saat masyarakat Makkah membutuhkan. Kedua, kecenderungan yang kuat mengagungkan leluhur yang telah berjasa terutama kepala kabilah nenek moyang masarakat Makkah. Ketiga, rasa takut yang kuat menghadapi kekuatan alam yang menimbulkan bencana mendorong masyarakat Makkah mencari kekuatan lain di luar Tuhan.
Di samping kepercayaan terhadap berhala, masyarakat Makkah memiliki kepercayaan lain, yaitu:
  1. Menyembah Malaikat
Sebagian masyarakat Makkah dan bangsa Arab menyembah dan menuhankan malaikaat. Bahkan sebagian beranggapan bahwa malaikat adalah putri Tuhan.
  1. Menyembah jin, ruh atau hantu
Sebagaian masyarakat Arab menyembah jin, hantu dan ruh leluhur mereka. Masyarakat Makkah mengadakan sesajen berupa kurban binatang sebagai bahan sajian agar mereka terhindar dari bahaya dan bencana.
Di saat agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. akan datang, beberapa orang sudah berusaha untuk tidak menyembah berhala lagi dan berbalik menyebarkan ajaran tauhid yang dibawa Nabi Ibrahim as. Di antara mereka adalah Waraqah bin Naufa, Umayyah bin Shalt, Qus Saidah, Usman bin Khuwairis, Abdullah bin Jahsyi dan Zainal bin Ummar. Mereka adalah kelompok penentang tradisi masyarakat Makkah yang menyembah berhala. Namun mereka meninggal sebelum datangnya Islam.