Jumat, 04 September 2015

Kondisi Sosial Ekonomi dan Politik Penduduk Makkah Sebelum Islam

SOSIAL EKONOMI DAN POLITIK BANGSA ARAB

A.  PENDAHULUAN
Patut disadari, tujuan mempelajari dan mendalami sirah Nabi saw, bukanlah sebatas untuk mengetahui serangkaian peristiwa sejarah belaka. Bukanlah pula sekadar untuk memmetik hal-hal positif yang terkandung didalam berbagai kisah tentang kejadian penting. Oleh karena itu, kita tak boleh sekali-kali menyejajajrkan studi sirah nabi dengan sejarah pada umumnya. Terlebih jika menyikkapinya seperti ketika kita mempelajari riwayat hidup seorang khalifah atau suatau babak tertentu dalam sejarah  panjang umat manusia. Alih-alih tujuan dari studi sirah nabi yang agung adalah agar setiap muslim dapat melihat potret agama iIslam paling jelas yang terkait dengan hidup rasulullah saw, tetntu setelah mereka memahami sepenuhnya akan setiap prinsip dann kaidah yang dapat diterima nalar.
Apalagi untuk mengetahui dan memahami makna eksternal dan makna internal secara menyeluruh tentang hadits Nabi Muhammad saw maka, tidak akan lepas dari tinjauan sejarah. Baik sejarah turunnya hadits (asbabul wurud)terlebih lagi sejarah tentang konstruk kehidupan sosial, ekonomi dan politik bangsa dimana Nabi Muhammad Saw hidup berdampingan dengan umatnya. Hal ini supaya kita tidak kaku dalam mengaplikasikan hadits dizaman ini. Tentunya jika diaplikasikan di Indonesia yang letak geografis dan kondisi alamnya sangat berbeda jauh dengan Jazirah Arab.
Seperti halnya pemahaman dan pengetahuan kita tentang Al-Qur’an. Kita tidak bisa hanya berpegang kepada tafsir saja tanpa melakukan studi sejarah turunnya ayat itu (asbab an-nuzul) dan hanya berbekal kepada teori-teori tafsir yang telah dibukukan oleh para ulama’ yang notabenenya juga tidak berada dalam geografis dan kondisi alam yang sama dengan negara kita.
Hal ini sangat berpengaruh dalam kehidupan keber-agamaan dan keberagaman identitas sosial, budaya, bahasa, politik dan pendidikan di Indonesia. Agar supaya tidak muncul konflik keagamaan yang berkepanjangan di akibatkan kesalahfahaman dalam memahami dan mengaplikasikan hadits Nabi Muhammad Saw.  
Dengan demikian maka, kehidupan muslim Indonesia diharapakan menjadi contoh bagi umat Islam dunia, dalam menciptakan agama yang demokratis, dinamis, sehingga terbentuk negara yang baldatun thoyyibatun warobbun ghofur sebab Islam hadir sebagai agama yang rohmatan lil-alamin[1] bukan rohmatan lilmuslimin.
Makalah ini mencoba untuk mengupas sedikit tentang sejarah Arab dalam hubungannya dengan kehidupan politik dan ekonomi bangsa arab sebelum dan ketika Nabi Muhammad Saw diutus menjadi Rasul. Sekaligus riwayat penulisan Hadis dimasa Rasul Saw.

B.  PEMBAHASAN
a)   Ekonomi Masyarakat Arab Sebelum Nabi Diutus Menjadi Rasul
Ditinjau dari tempat tinggalnya, orang Arab terbagi dalam dua wilayah, yaitu Arab badui (kampung) danhadhari (perkotaan).[2] Dari sini, nampaklah perbedaan sumber penghidupan di antara mereka. Orang Arab badui menggantungkan sumber kehidupannya dari beternak. Mereka berpindah-pindah menggirim ternak menuju daerah yang sedang mengalami musim hujan atau ke padang rumput.[3] Mereka mengonsumsi daging dan susu hasil ternaknya, membuat pakaian, kemah, dan perabot dari wol (bulu domba) serta menjualnya jika keperluan pribadi dan keluarganya sudah terpenuhi. Kekayaan mereka terlihat dari banyaknya hewan ternak yang dimiliki.[4]
Adapun orang Arab perkotaan, terbagi menjadi dua. Penduduk yang bertempat tinggal di daerah subur seperti Yaman, Thaif, Madinah, Najd, Khaibar atau yang lainnya, mereka menggantungkan sumber kehidupan pada pertanian. Meski begitu mayoritas mereka menggantungkan sumber kehidupannya pada perniagaan. Terutama penduduk Mekah, mereka memiliki pusat perniagaan istimewa. Penduduk Mekah memiliki kedudukan tersendiri dalam pandangan orang-orang Arab, yaitu mereka penduduk negeri Haram (Mekah). Orang-orang Arab lain tidak akan mengganggu mereka, juga tidak akan mengganggu perniagaan mereka.[5] Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menganugerahkan hal itu kepada mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah?” (QS. Al-Ankabut: 67)

Selain penduduk Mekah, penduduk Yaman juga terkenal dengan perniagaan. Mereka menjadikan perniagaan sebagai primadona dalam mencari rezeki.[6] Kegiatan bisnis mereka tidak sebatas di darat, tetapi juga merambah melintasi laut. Mereka berangkat ke daerah pesisir Afrika, seperti Habasyah, Sudan, Somalia, dan negeri Afrika lainnya. Menyeberang sampai ke Hindia dan Pulau Jawa, Sumatera, dan negeri Asia lainnya.[7] Setelah mereka memeluk Islam, orang-orang ini memiliki peran yang sangat berarti dalam penyebaran agama Islam di penjuru dunia.
Transportasi yang mereka andalkan pada saat itu ialah Onta, yang dianggap sebagai perahu padang pasir. Onta merupakan kendaraan yang menakjubkan. Onta memiliki kekuatan yang tangguh, mampu menahan haus dan mampu menempuh perjalanan yang sangat jauh. Onta-onta ini pergi membawa barang dagangan dari negeri lainnya, dan kemudian kembali membawa produk negeri tempat berniaga.
Aktivitas perdagangan ini juga dilakukan oleh kalangan bangsawan seperti: Hasyim, Abu Thalib, Abu Lahab, Abbas, Abu Sufyan bin Harb, Abu Bakar, Zubair bin Awwam, dan lainnya. Di antara mereka ada yang menjaul barang dagangan milik sendiri dan ada juga yang menjualkan barang milik orang lainnya dengan mendapatkan upah atau dengan cara bagi hasil. Begitu pula dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebelum diangkat sebagai rasul, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjualkan barang milik Khadijah.[8]
Selain berdagang, ada juga masyarakat perkotaan yang menjadikan ternak gembalaan sebagai sumber penghidupan, baik itu ternaknya sendiri ataupun bukan. Saat masih kecil, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenggembala kambing, begitu juga Umar bin Khaththab, Ibnu Mas’ud dan lain sebagainya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabadikan perjalanan dagang yang dilakukan orang-orang Quraisy, sebagai perjalanan dagang yang sangat terkenal, yaitu perjalanan musim dingin menuju Yaman, dan sebaliknya perjalanan dagang musim panas ke Syam. Allah Swt berfirman:
“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Rabb pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” (QS. Quraisy: 1-4)[9]

Konsekuensi dari arus perdagangan ini, maka orang-orang Arab zaman jahiliyah memiliki pasar-pasar sebagai pusat perdagangan. Pusat perdagangan yang terkenal, yaitu: Ukazh, Mijannah, dan Zul Majaz. Di antara tiga pasar ini, yang paling besar dan paling banyak pengunjungnya ialah Ukazh. Pasar ini dikunjungi orang-orang Arab dari berbagai daerah di seluruh Arab. Pengunjung terbanyak berasal dari Qabilah (suku) Mudhar, karena memang pasar ini terletak di daerah mereka.[10]
Pusat perdagangan ini bukan hanya sebagai tempat transaksi perdagangan, tetapi juga menjadi pusat pertemuan para pakar sastra, syair, dan para orator. Mereka berkumpul untuk saling menguji. Sehingga, sebagaimana pertumbuhan kota-kota modern saat ini, maka konsep pasar pada masa jahiliyah tersebut tidak sekedar sebagai pusat perbelanjaan, tetapi juga menjadi pusat peradaban, kekayaan bahasa dan transaksi-transaksi global.[11]
Karena pusat perdagangan ini semuanya terletak di wilayah Mekah dan sekitarnya, maka ini berarti kesempatan bagi orang-orang Quraisy mengolaborasi bahasa mereka dengan bahasa Arab dari kabilah-kabilah lainnya. Peran bangsa Arab semakin penting dalam percaturan ekonomi, setelah Nabi Muhammad Saw mengembangkan agama Islam sebab, memang kota Mekkah dan sekitarnya adalah jalur perdagangan.[12]
b)   Ekonomi Masyarakat Arab Sesudah Nabi Diutus Menjadi Rasul
Kondisi perekonomian masyarakat Arab khususnya di kota Makkah setelah Muhammad saw diangkat menjadi Rasul sebenarnya tidak ada perubahan yang signifikan. Mereka tetap melakukan praktik-praktik ribawi dan kecurangan-kecurangan yang lain.
Namun yang patut diteropong adalah perekonomian masyarakat muslim dimasa Nabi diutus menjadi Rasul ketika masih berada di Mekkah, ternyata mendapatkan hambatan yang luar biasa. Ketika umat Islam oleh kaum Quraisy di boikot habis-habisan dalam sisi ekonomi ditambah lagi dengan munculnya perjanjian Hudaibiyah yang memojokkan umat Islam.[13] Tapi meskipun isi perjanjian banyak yang merugikan Nabi Muhammad saw tetap menerima dengan lapang dada. Lalu beliau hijrah ke Madinah maka, disinilah perekonomian umat Islam mulai berubah sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an.[14] Sehingga, selain Madinah merupakan tempat perekonomian yang startegis terlebih lagi dihapuskannya praktik-praktik ribawi maka perekonomian masyarakat Madinah menjadi lebih mapan.[15]
Begitulah gambaran sepintas kondisi perekonomian orang-orang Arab Jahiliyah dan perkembangannya sebelum dan ketika Islam datang menjadi agama mereka, pasar-pasar ini masih berjalan beberapa saat, yang kemudian ditinggalkan. Begitu juga Islam datang menghapuskan transaksi riba, karena riba hanya merusak tatanan perekonomian masyarakat.
c)    Peta Politik Masa Sebelum Nabi diutus menjadi Rasul Saw    
Para penguasa jazirah tatakala terbitnya matahari Islam, bisa dibagi menjadi dua bagian:
a.       Raja-raja yang mempunyai mahkota, tetapi pada hakikatnya mereka tidak bisa merdeka dan berdiri sendiri.  
b.      Para pemimpin dan pemuka kabilah atau suku, yang memiliki kekuasaan dan hak-hak istimewa seperti kekuasaan para raja. Mayoritas di anatar mereka memiliki kebebasan tersendiri. Bahkan boleh jadi sebagian diantara mereka subkordinasi layaknya seorang raja yang mengenakan mahkota.[16]
Pada masyarakat Arab pra Islam sudah banyak ditemukan tata cara pengaturan dalam aktivitas kehidupan sosial yang dapat dibagi pada beberapa sistem-sistem yang ada di masyarakat, salah satunya adalah sistem politik“balas dendam”.[17]  
Sebelum kelahiran Islam, ada tiga kekuatan politik besar yang perlu dicatat dalam hubungannya dengan Arab; yaitu kekaisaran Nasrani Byzantium, kekaisaran Persia yang memeluk agama Zoroaster, serta Dinasti Himyar yang berkuasa di Arab bagian selatan.[18] Setidaknya ada dua hal yang bisa dianggap turut mempengaruhi kondisi politik jazirah Arab, yaitu interaksi dunia Arab dengan dua adi kuasa saat itu, yaitu kekaisaran Byzantium dan Persia serta persaingan antara yahudi, beragam sekte dalam agama Nasrani dan para pengikut Zoroaster.[19]
Pada masa sebelum Islam yang diajarkan disebar luaskan ke bangsa Arab oleh Rasulullah Saw, orang arab sering kali terjadi peperangan antar suku di antaranya dikenal dengan perang Fujjar karena terjadi beberapa kali antar suku, yang pertama perang antara suku Kinanah dan Hawazan, kemuadian Quraisy dan Hawazan serta Kinanah dan Hawazan lagi. Dan peperangan ini terjadi 15 tahun sebelum Rasul diutus.[20]
Dalam masyarakat Arab terdapat organisasi klan (kabilah) sebagai intinya dan anggota dari satu klan merupakan geneologi (pertalian darah). Pemerintah di kalangan bangsa Arab sebelum Islam, menurut para ahli sejarah dimulai oleh golongan Arab Ba'idah.[21] Pada periode pertama dikenal ada kerajaan Aad di daerah Ahkaf al Romel yang terletak antara Oman dan Yaman, kaum Aad juga pernah mendirikan kerajaan antara Makkah dan Yastrib. Kemudian juga dikenal kerajaan dari kaum Tsamud mendiami daerah hijir dan wadi al-Kurro, antara Hijaz dan Syiria. Kemudian dikenal juga kerajaan dari kaum Amaliqah di Arab Timur, Oman Hijaz mereka juga ke Mesir dan Syiria. Pada periode Kedua yaitu pada masa Arab Aribah atau Bani Qhathan yang terkenal dengan kerajaan Madiniyah, kerajaan Sabaiyah dan kerajaan Himyariah.[22]
Bagian dari daerah Arab yang sama sekali tidak pernah dijajah oleh bangsa lain adalah Hijaz. Kota terpenting di daerah ini adalah Mekkah, kota suci tempat ka'bah. Ka'bah pada masa itu bukan saja disucikan dan dikunjungi oleh penganut-penganut bangsa asli Makkah, tetapi juga orang-orang Yahudi yang bermukim di sekitarnya.[23]
Untuk mengamankan para peziarah yang datang ke kota Makkah diadakan pemerintahan yang pada mulanya berada di tangan dua suku yang berkuasa yaitu suku Jurhum dan Ismail sebagai pemegang kekuasaan ka'bah. Kekuasaan politik kemudian berpindah ke suku Khuza'ah dan akhirnya ke suku Quraisy di bawah pimpinanQushai. Suku Quraisy ini kemudian yang memegang dan mengatur politik dan juga urusan urusan yang berkenaan dengan ka'abah. Ada sepuluh (10) jabatan tinggi yang dibagikan kepada kabilah dari suku Quraisy yaitu : Hijabah(penjara kunci ka’bah), Siqayah (penjara air mata Zam zam), Diyat (Kekuasaan hakim sipil dan criminal), Sifarah(kuasa usaha Negara atau duta), Liwa (jabatan ketentaraan), Rifadah (pengurus pajak bagi fakir miskin), Nadwah(jabatan ketua dewan), Khaimman (pengurus balai musyawarah), Khazinah (jabatan administrasi keuangan), Azlim(penjaga panah peramal) untuk mengetahui pendapat para dewa-dewa.[24]
d)   Peta Politik Masa Nabi Saw Menjadi Rasul
Alangkah besarnya perkembangan yang terjadi di negeri-negeri arab selama lima belas tahun setelah pembebasan kota Mekkah.[25] Meskipun pada awal Nabi masih di Mekkah dalam kancah politik dan ekonomi umat Islam di boikot oleh kaum Quraisy.[26]  Hijrah Rasullullah Saw, menjadi tanda berdirinya Dar Al-Islampertama dimuka bumi. Disamping itu, hijrah juga menjadi maklumat bagi umat manusia bahwa daulah Islamiyah telah berdiri dibawah kepemimpinan langsung baginda Rasulullah Saw. 
Oleh sebab itulah tindakan pertama yang dilakukan Rasulullah Saw. adalah meletakkan dasar-dasar paling utama bagi negara baru ini. Dasar-dasar tersebut lalu mengejawantah dalam tiga tindakan utama yang diambil Rasulullah Saw sebagai berikut:
 Pertama, Pembangunan Masjid.[27] Tidak mengherankan, karena pendirian masjid merupakan tindakan terpenting dalam proses pembangunan masyarakat Islam . sebab maysrakat Islam yang kuat harus berpegang pada aturan akidah dan prinsip-prinsip moral Islam, yang kesemua itu berhulu pada potensi spiritual masjid.
 Kedua, mengikat tali persaudaraan antarmuslim, khususnya antara Muhajirin dan Anshar.[28] Negara manapun yang ada di muka bumi tidak mungkin akan berdiri tegak kecuali di atas persatuan dan kesatuan warganya.  Persatuan dan kesatuan itu tidakk akan terwujud jika tidak ada ikatan talu persaudaraan dan rasa kasih saying yng sangat kuat.
Rasulullah Saw, menjadikan nilai persaudaraan yang beliau sematkan dikalangan muhajirin dan anshar sebagai landasan bagi penerapan prinsip-prinsip keadilan sosial, untuk diterapkan dalam sebuah masyarakat yang diakui sebagai salah satu masyarakat yang paling teratur yang pernah ada dimuka bumi.
Ketiga, menyusun undang-undang dasar yang mengatur kehidupan umat Islam, sekaligus mempertegas hubungan mereka dengan non Muslim, khususnya dengan kelompok Yahudi.[29] Piagam madinah mengandung beberapa poin penting yang berhubungan dengan berbagai hukum dan aturan bagi sebuah masyarakat Islam, berikut ringkasannya:
1.    Tampaknya, satu-satunya istilah modern yang paling dekat untuk mendefinisikan piagam madinah adalah undang-undang (dustur). Sebab, piagam madinah menyerupai undang. Isi piagam ini mencakup hampir semua elemen yang biasanya terkandung didalam undang-undang modern.
2.    Piagam Madinah mencerminkan keadilan dan di representasikan sikap rasulullah saw terhadap kaum yahudi. Sebenarnya piagam madinah dapat membuahkan hasil yang manis bagi kedua pihak, muslimin dan yahudi, andaikata kaum yahudi berhenti melakukan kebiasaan lamanya berbuat makar, konspirasi, dan tipu muslihat.
3.    Piagam Madinah menunjukkan beberapa aspek hukum yang terdapat didalam ajaran Islam antara lain: Pertama; klausul pertama Piagam Madinah[30] membutikan bahwa Islam adalah satu-satunya “alat” yang dapat menyatukan umat Islam. Kedua, klausul kedua dan ketiga[31] menunjukkan bahwa salah satu faktor terpenting dalam terbentuknya masyarakat Islam adalah penanaman makna persatuan dan gotong royong dengan sebaik-baiknya. Ketiga, klausul ketujuh Piagam Madinah[32] menunjukkan arti sesungguhnya dari prinsip kesetaraan antar sesama muslim. Keempat, klausul kedua belas piagam madinah[33] menunjukka kepada kita bahwa hukum yang adil merupakan satu-satunya jalan bagi umat Islam untuk menyelesaikan pertikaian, perselisihan dan berbagai perkara yang terjadi diantara mereka.
e)    Penulisan Hadis Ketika Nabi Muhammad di Utus Menjadi Rasul Saw
Setidaknya ada dua aliran dalam menyoroti kodifikasi hadis, yaitu: (1) mereka yang meyakini kodifikasi hadis sebagai produk abad kedua hijriyah yang prosesnya baru dimulai sejak Al-Zuhri melaksanakan tugas berdasarkan surat perintah khalifah Umar Ibn’ Abdul Aziz; dan (2) mereka yang memandang bahwa kodifikasi hadis sudah berproses sejak masa Nabi Saw hingga hadis dibukukan dalam kitab-kitab hadis.[34]
Menurut analisa Quraish Shihab, dari kedua aliran ini yang dapat dibenarkan adalah pendapat aliran yang kedua. Terbukti ditemukannya beberapa naskah hadis seperti:
a)    Al-Shahifah Al-Shahihah (Shahifah Humam) yang berisikan hadis-hadis Abu Hurarirah yang ditulis langsung oleh muuridnya Humam Bin Munabbih. Naskah ini ditemukan oleh Prof. Dr. Hamidullah dalam bentuk manuskrip, masing-masing di Berlin (Jerman) dan Damaskus (Syiria).
b)   Al-Shahifah Al-Shadiqah, yang ditulis langsung  oleh sahabat ‘abdullah bin ‘ash---seorang sahabat yang oleh Abu Hurairah, dinilai banyak mengetahui hadis---sahabat yang mendapat izin langsung untuk menulis apa saja yang didengar dari Rasul, baik saat Nabi ridha maupun marah.
c)    Shahifah Sumarah Ibn Jundub, yang beredar dikalangn ulama yang—oleh Ibn Sirin—dinilai banyak mengandung ilmu pengetahuan. 
d)   Shahifah Jabir Bin ‘Abdullah, seorang sahabat yang, antara lain mencatat masalah-masalah ibadah haji dan khutbah Rasul yang disampaikan pada Haji Wada’, dan lain-lain.
Dari naskah-naskah ini terbukti bahwa kodifikasi hadis Nabi Muhammad Saw, telah ditulis atas prakarsa para Sahabat dan Tabi’in jauh sebelum penulisannya yang secara resmi diperintahkan oleh Umar Bni Abdul Aziz.[35]
Rupanya Syekh Al-A’zhami juga mendukung pandangan kedua ini,  dan berhasil menemukan daftar jumlah sahabat yang menulis naskah-naskah hadis dan bahkan berhasil meneliti hadis dan sekaligus sejarah kodifikasinya. Secara abjadi, nama-nama itu dimulai dari Aban Bin Sa’id Bin Al-Ash hingga Yazid Bin Abi Sufyan, yang berjumlah 61 orang pebulis. Bahkan dalam disertasinya, kelengkapan nama-nama mereka yang punya catatan naskah hadis itu tidak kurang dari 450 orang.[36]
 C.  KESIMPULAN  
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa aktitivitas ekonomi bangsa Arab pra-Islam telah menjadi pusat dunia atau sebagai World Trade Center, baik di bagian selatan jazirah Arab (Yaman) yang dikelola oleh kerajaan Saba’ dan pemerintah Himyar dengan sektor pertanian yang dominan karena memiliki tanah yang subur dan didukung dengan adanya bendungan raksasa Maarib, maupun di bagian utara Arab, Hijaz (Makkah) yang dipengaruhi oleh pihak luar seperti Persia dan Romawi, dengan sektor perdagangan yang terunggul, karena memang wilayahnya tandus dan gersang, tapi letak geografisnya strategis sebagai tempat persinggahan para kafilah.
Adapun karakteristik perekonomian masa Rasulullah adalah sosialis-religius yang menekankan partisipasi kerja kooperatif yang diberlakukan  bagi kaum Muhajirin dan Anshar yang menyebabkan meningkatnya distribusi pendapatan dan kesejahteraan. Dari sinilah terlihat konsep demokrasi ekonomi Rasulullah yang tidak harus diartikan sebagai berlakunya prinsip equal treatment (perlakuan sama), karena menurut Rasulullah orang yang tidak berpunya perlu memperoleh pemihakan dan bantuan yang berbeda (partial treatment). Pada prinsipnya Rasulullah sangat mengutamakan tercapainya kesejahteraan bersama.
Kondisi Politik bangsa Arab sebelum Islam, hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri sendiri-sendiri. Satu sama lain acap kali saling bermusuhan. Mereka tidak mengenal rasa ikatan nasional, asas eksistensi politiknya adalah Kesatuan Fanatisme. Persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin mereka memakai sistem keturunan paman.
Ketika Nabi Muhammad telah diangkat menjadi Rasul, maka peta perpolitikan, sedikit demi sedikit berubah hingga pada akhirnya Islam meneumkan titik baru perpolitikan di tatkala Nabi Muhammad Saw berada di Yathrib. Beliau melakukan politik kesepakatan dengan orang-orang Yahudi dan perjanjian ini dikenal dengan sebutan Piagam Madinah. Piagam madinah ini merupakan kontribusi besar dalam sejarah kemanusiaan, yang selalu menjadi kerangka acuan bagi negara muslim hingga kini.

Kodifikasi Hadis telah dilakukan sejak Masa Rasulullah Saw, bukan dimulai dari masa Khalifah Umar Bin Abdul Aziz pada abad ke Dua Hijriyah dengan ditemukannya bukti-bukti naskah hadis dan jumlah penulisnya sebanyak 61 sampai dengan 450 penulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar