SOSIAL EKONOMI DAN POLITIK BANGSA
ARAB
A. PENDAHULUAN
Patut disadari, tujuan
mempelajari dan mendalami sirah Nabi saw, bukanlah sebatas untuk mengetahui
serangkaian peristiwa sejarah belaka. Bukanlah pula sekadar untuk memmetik
hal-hal positif yang terkandung didalam berbagai kisah tentang kejadian
penting. Oleh karena itu, kita tak boleh sekali-kali menyejajajrkan studi sirah
nabi dengan sejarah pada umumnya. Terlebih jika menyikkapinya seperti ketika
kita mempelajari riwayat hidup seorang khalifah atau suatau babak tertentu
dalam sejarah panjang umat manusia. Alih-alih tujuan dari studi
sirah nabi yang agung adalah agar setiap muslim dapat melihat potret agama
iIslam paling jelas yang terkait dengan hidup rasulullah saw, tetntu setelah
mereka memahami sepenuhnya akan setiap prinsip dann kaidah yang dapat diterima
nalar.
Apalagi untuk mengetahui dan
memahami makna eksternal dan makna internal secara menyeluruh tentang hadits
Nabi Muhammad saw maka, tidak akan lepas dari tinjauan sejarah. Baik sejarah
turunnya hadits (asbabul wurud)terlebih lagi sejarah tentang konstruk
kehidupan sosial, ekonomi dan politik bangsa dimana Nabi
Muhammad Saw hidup berdampingan dengan umatnya. Hal ini supaya kita tidak kaku
dalam mengaplikasikan hadits dizaman ini. Tentunya jika diaplikasikan di
Indonesia yang letak geografis dan kondisi alamnya sangat berbeda jauh dengan
Jazirah Arab.
Seperti halnya pemahaman dan
pengetahuan kita tentang Al-Qur’an. Kita tidak bisa hanya berpegang kepada
tafsir saja tanpa melakukan studi sejarah turunnya ayat itu (asbab
an-nuzul) dan hanya berbekal kepada teori-teori tafsir yang telah
dibukukan oleh para ulama’ yang notabenenya juga tidak berada dalam geografis
dan kondisi alam yang sama dengan negara kita.
Hal ini sangat berpengaruh dalam
kehidupan keber-agamaan dan keberagaman identitas sosial, budaya, bahasa,
politik dan pendidikan di Indonesia. Agar supaya tidak muncul konflik keagamaan
yang berkepanjangan di akibatkan kesalahfahaman dalam memahami dan
mengaplikasikan hadits Nabi Muhammad Saw.
Dengan demikian maka, kehidupan
muslim Indonesia diharapakan menjadi contoh bagi umat Islam dunia, dalam
menciptakan agama yang demokratis, dinamis, sehingga terbentuk negara yang baldatun
thoyyibatun warobbun ghofur sebab Islam hadir sebagai agama yang rohmatan
lil-alamin[1] bukan rohmatan
lilmuslimin.
Makalah ini mencoba untuk
mengupas sedikit tentang sejarah Arab dalam hubungannya dengan kehidupan
politik dan ekonomi bangsa arab sebelum dan ketika Nabi Muhammad Saw diutus
menjadi Rasul. Sekaligus riwayat penulisan Hadis dimasa Rasul Saw.
B. PEMBAHASAN
a) Ekonomi
Masyarakat Arab Sebelum Nabi Diutus Menjadi Rasul
Ditinjau dari tempat tinggalnya, orang
Arab terbagi dalam dua wilayah, yaitu Arab badui (kampung) danhadhari (perkotaan).[2] Dari
sini, nampaklah perbedaan sumber penghidupan di antara mereka. Orang Arab badui
menggantungkan sumber kehidupannya dari beternak. Mereka berpindah-pindah
menggirim ternak menuju daerah yang sedang mengalami musim hujan atau ke padang
rumput.[3] Mereka
mengonsumsi daging dan susu hasil ternaknya, membuat pakaian, kemah, dan
perabot dari wol (bulu domba) serta menjualnya jika keperluan pribadi dan
keluarganya sudah terpenuhi. Kekayaan mereka terlihat dari banyaknya hewan
ternak yang dimiliki.[4]
Adapun orang Arab perkotaan,
terbagi menjadi dua. Penduduk yang bertempat tinggal di daerah subur seperti
Yaman, Thaif, Madinah,
Najd, Khaibar atau yang lainnya, mereka menggantungkan sumber kehidupan pada
pertanian. Meski begitu mayoritas mereka menggantungkan sumber kehidupannya
pada perniagaan. Terutama penduduk Mekah, mereka memiliki pusat perniagaan istimewa. Penduduk
Mekah memiliki kedudukan tersendiri dalam pandangan orang-orang Arab, yaitu
mereka penduduk negeri Haram (Mekah). Orang-orang Arab lain tidak akan
mengganggu mereka, juga tidak akan mengganggu perniagaan mereka.[5] Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah menganugerahkan hal itu kepada mereka. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
“Dan apakah mereka tidak
memperhatikan bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah
suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa
(sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar
kepada nikmat Allah?” (QS. Al-Ankabut: 67)
Selain penduduk Mekah, penduduk
Yaman juga terkenal dengan perniagaan. Mereka menjadikan perniagaan sebagai
primadona dalam mencari rezeki.[6] Kegiatan
bisnis mereka tidak sebatas di darat, tetapi juga merambah melintasi laut.
Mereka berangkat ke daerah pesisir Afrika, seperti Habasyah, Sudan, Somalia,
dan negeri Afrika lainnya. Menyeberang sampai ke Hindia dan Pulau Jawa,
Sumatera, dan negeri Asia lainnya.[7] Setelah
mereka memeluk Islam,
orang-orang ini memiliki peran yang sangat berarti dalam penyebaran agama Islam
di penjuru dunia.
Transportasi yang mereka andalkan
pada saat itu ialah Onta, yang dianggap sebagai perahu padang pasir. Onta
merupakan kendaraan yang menakjubkan. Onta memiliki kekuatan yang tangguh,
mampu menahan haus dan mampu menempuh perjalanan yang sangat jauh. Onta-onta
ini pergi membawa barang dagangan dari negeri lainnya, dan kemudian kembali
membawa produk negeri tempat berniaga.
Aktivitas perdagangan ini juga
dilakukan oleh kalangan bangsawan seperti: Hasyim, Abu Thalib, Abu Lahab,
Abbas, Abu Sufyan bin Harb, Abu Bakar, Zubair bin Awwam, dan lainnya. Di antara
mereka ada yang menjaul barang dagangan milik sendiri dan ada juga yang menjualkan
barang milik orang lainnya dengan mendapatkan upah atau dengan cara bagi hasil.
Begitu pula dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebelum
diangkat sebagai rasul, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjualkan
barang milik Khadijah.[8]
Selain berdagang, ada juga
masyarakat perkotaan yang menjadikan ternak gembalaan sebagai sumber
penghidupan, baik itu ternaknya sendiri ataupun bukan. Saat masih kecil,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenggembala kambing, begitu juga
Umar bin Khaththab, Ibnu Mas’ud dan lain sebagainya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabadikan
perjalanan dagang yang dilakukan orang-orang Quraisy, sebagai perjalanan dagang
yang sangat terkenal, yaitu perjalanan musim dingin menuju Yaman, dan
sebaliknya perjalanan dagang musim panas ke Syam. Allah Swt berfirman:
“Karena kebiasaan orang-orang
Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
Maka hendaklah mereka menyembah Rabb pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah
memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka
dari ketakutan.” (QS. Quraisy: 1-4)[9]
Konsekuensi
dari arus perdagangan ini, maka orang-orang Arab zaman jahiliyah memiliki
pasar-pasar sebagai pusat perdagangan. Pusat perdagangan yang terkenal, yaitu:
Ukazh, Mijannah, dan Zul Majaz. Di antara tiga pasar ini, yang paling
besar dan paling banyak pengunjungnya ialah Ukazh. Pasar ini dikunjungi
orang-orang Arab dari berbagai daerah di seluruh Arab. Pengunjung terbanyak
berasal dari Qabilah (suku) Mudhar, karena memang pasar ini terletak di
daerah mereka.[10]
Pusat perdagangan ini bukan hanya sebagai tempat
transaksi perdagangan, tetapi juga menjadi pusat pertemuan para pakar sastra,
syair, dan para orator. Mereka berkumpul untuk saling menguji. Sehingga,
sebagaimana pertumbuhan kota-kota modern saat ini, maka konsep pasar pada masa
jahiliyah tersebut tidak sekedar sebagai pusat perbelanjaan, tetapi juga
menjadi pusat peradaban, kekayaan bahasa dan transaksi-transaksi global.[11]
Karena
pusat perdagangan ini semuanya terletak di wilayah Mekah dan sekitarnya, maka
ini berarti kesempatan bagi orang-orang Quraisy mengolaborasi bahasa mereka
dengan bahasa Arab dari kabilah-kabilah lainnya. Peran bangsa Arab semakin
penting dalam percaturan ekonomi, setelah Nabi Muhammad Saw mengembangkan agama
Islam sebab, memang kota Mekkah dan sekitarnya adalah jalur perdagangan.[12]
b) Ekonomi
Masyarakat Arab Sesudah Nabi Diutus Menjadi Rasul
Kondisi
perekonomian masyarakat Arab khususnya di kota Makkah setelah Muhammad saw
diangkat menjadi Rasul sebenarnya tidak ada perubahan yang signifikan. Mereka
tetap melakukan praktik-praktik ribawi dan kecurangan-kecurangan yang lain.
Namun yang
patut diteropong adalah perekonomian masyarakat muslim dimasa Nabi diutus
menjadi Rasul ketika masih berada di Mekkah, ternyata mendapatkan hambatan yang
luar biasa. Ketika umat Islam oleh kaum Quraisy di boikot habis-habisan dalam
sisi ekonomi ditambah lagi dengan munculnya perjanjian Hudaibiyah yang
memojokkan umat Islam.[13] Tapi
meskipun isi perjanjian banyak yang merugikan Nabi Muhammad saw tetap menerima
dengan lapang dada. Lalu beliau hijrah ke Madinah maka, disinilah perekonomian
umat Islam mulai berubah sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an.[14] Sehingga,
selain Madinah merupakan tempat perekonomian yang startegis terlebih lagi
dihapuskannya praktik-praktik ribawi maka perekonomian masyarakat Madinah
menjadi lebih mapan.[15]
Begitulah
gambaran sepintas kondisi perekonomian orang-orang Arab Jahiliyah dan
perkembangannya sebelum dan ketika Islam datang menjadi agama mereka,
pasar-pasar ini masih berjalan beberapa saat, yang kemudian ditinggalkan.
Begitu juga Islam datang menghapuskan transaksi riba, karena riba hanya merusak
tatanan perekonomian masyarakat.
c) Peta
Politik Masa Sebelum Nabi diutus menjadi Rasul Saw
Para
penguasa jazirah tatakala terbitnya matahari Islam, bisa dibagi menjadi dua
bagian:
a.
Raja-raja yang mempunyai mahkota, tetapi pada
hakikatnya mereka tidak bisa merdeka dan berdiri sendiri.
b.
Para pemimpin dan pemuka kabilah atau suku, yang
memiliki kekuasaan dan hak-hak istimewa seperti kekuasaan para raja. Mayoritas
di anatar mereka memiliki kebebasan tersendiri. Bahkan boleh jadi sebagian
diantara mereka subkordinasi layaknya seorang raja yang mengenakan mahkota.[16]
Pada
masyarakat Arab pra Islam sudah banyak ditemukan tata cara pengaturan dalam
aktivitas kehidupan sosial yang dapat dibagi pada beberapa sistem-sistem yang
ada di masyarakat, salah satunya adalah sistem politik“balas dendam”.[17]
Sebelum
kelahiran Islam, ada tiga kekuatan politik besar yang perlu dicatat dalam
hubungannya dengan Arab; yaitu kekaisaran Nasrani Byzantium, kekaisaran Persia
yang memeluk agama Zoroaster, serta Dinasti Himyar yang berkuasa di Arab bagian
selatan.[18] Setidaknya ada dua hal yang bisa dianggap
turut mempengaruhi kondisi politik jazirah Arab, yaitu interaksi dunia Arab
dengan dua adi kuasa saat itu, yaitu kekaisaran Byzantium dan Persia serta
persaingan antara yahudi, beragam sekte dalam agama Nasrani dan para pengikut
Zoroaster.[19]
Pada masa sebelum Islam yang diajarkan disebar
luaskan ke bangsa Arab oleh Rasulullah Saw, orang arab sering kali terjadi
peperangan antar suku di antaranya dikenal dengan perang Fujjar karena terjadi
beberapa kali antar suku, yang pertama perang antara suku Kinanah dan Hawazan,
kemuadian Quraisy dan Hawazan serta Kinanah dan Hawazan lagi. Dan peperangan
ini terjadi 15 tahun sebelum Rasul diutus.[20]
Dalam masyarakat Arab terdapat
organisasi klan (kabilah) sebagai intinya dan anggota dari satu klan
merupakan geneologi (pertalian darah). Pemerintah di kalangan bangsa
Arab sebelum Islam, menurut para ahli sejarah dimulai oleh golongan Arab
Ba'idah.[21] Pada
periode pertama dikenal ada kerajaan Aad di daerah Ahkaf al Romel yang terletak
antara Oman dan Yaman, kaum Aad juga pernah mendirikan kerajaan antara Makkah
dan Yastrib. Kemudian juga dikenal kerajaan dari kaum Tsamud mendiami daerah
hijir dan wadi al-Kurro, antara Hijaz dan Syiria. Kemudian dikenal juga
kerajaan dari kaum Amaliqah di Arab Timur, Oman Hijaz mereka juga ke Mesir dan
Syiria. Pada periode Kedua yaitu pada masa Arab Aribah atau Bani Qhathan yang
terkenal dengan kerajaan Madiniyah, kerajaan Sabaiyah dan kerajaan Himyariah.[22]
Bagian dari daerah Arab yang sama
sekali tidak pernah dijajah oleh bangsa lain adalah Hijaz. Kota terpenting di
daerah ini adalah Mekkah, kota suci tempat ka'bah. Ka'bah pada masa itu bukan
saja disucikan dan dikunjungi oleh penganut-penganut bangsa asli Makkah,
tetapi juga orang-orang Yahudi yang bermukim di sekitarnya.[23]
Untuk mengamankan para peziarah
yang datang ke kota Makkah diadakan pemerintahan yang pada mulanya
berada di tangan dua suku yang berkuasa yaitu suku Jurhum dan Ismail sebagai
pemegang kekuasaan ka'bah. Kekuasaan politik kemudian berpindah ke suku Khuza'ah dan
akhirnya ke suku Quraisy di bawah pimpinanQushai. Suku Quraisy ini
kemudian yang memegang dan mengatur politik dan juga urusan urusan yang
berkenaan dengan ka'abah. Ada sepuluh (10) jabatan tinggi yang dibagikan kepada
kabilah dari suku Quraisy yaitu : Hijabah(penjara kunci ka’bah), Siqayah (penjara
air mata Zam zam), Diyat (Kekuasaan hakim sipil dan criminal), Sifarah(kuasa
usaha Negara atau duta), Liwa (jabatan ketentaraan), Rifadah (pengurus
pajak bagi fakir miskin), Nadwah(jabatan ketua dewan), Khaimman (pengurus
balai musyawarah), Khazinah (jabatan administrasi keuangan), Azlim(penjaga
panah peramal) untuk mengetahui pendapat para dewa-dewa.[24]
d) Peta Politik
Masa Nabi Saw Menjadi Rasul
Alangkah besarnya perkembangan
yang terjadi di negeri-negeri arab selama lima belas tahun setelah pembebasan
kota Mekkah.[25] Meskipun
pada awal Nabi masih di Mekkah dalam kancah politik dan ekonomi umat Islam di
boikot oleh kaum Quraisy.[26] Hijrah
Rasullullah Saw, menjadi tanda berdirinya Dar Al-Islampertama dimuka bumi.
Disamping itu, hijrah juga menjadi maklumat bagi umat manusia bahwa daulah
Islamiyah telah berdiri dibawah kepemimpinan langsung baginda Rasulullah
Saw.
Oleh sebab itulah tindakan
pertama yang dilakukan Rasulullah Saw. adalah meletakkan dasar-dasar paling
utama bagi negara baru ini. Dasar-dasar tersebut lalu mengejawantah dalam tiga
tindakan utama yang diambil Rasulullah Saw sebagai berikut:
Pertama, Pembangunan
Masjid.[27] Tidak
mengherankan, karena pendirian masjid merupakan tindakan terpenting dalam
proses pembangunan masyarakat Islam . sebab maysrakat Islam yang kuat harus
berpegang pada aturan akidah dan prinsip-prinsip moral Islam, yang kesemua itu
berhulu pada potensi spiritual masjid.
Kedua, mengikat tali
persaudaraan antarmuslim, khususnya antara Muhajirin dan Anshar.[28] Negara
manapun yang ada di muka bumi tidak mungkin akan berdiri tegak kecuali di atas
persatuan dan kesatuan warganya. Persatuan dan kesatuan itu tidakk
akan terwujud jika tidak ada ikatan talu persaudaraan dan rasa kasih saying yng
sangat kuat.
Rasulullah Saw, menjadikan nilai
persaudaraan yang beliau sematkan dikalangan muhajirin dan anshar sebagai
landasan bagi penerapan prinsip-prinsip keadilan sosial, untuk diterapkan dalam
sebuah masyarakat yang diakui sebagai salah satu masyarakat yang paling teratur
yang pernah ada dimuka bumi.
Ketiga, menyusun undang-undang
dasar yang mengatur kehidupan umat Islam, sekaligus mempertegas hubungan mereka
dengan non Muslim, khususnya dengan kelompok Yahudi.[29] Piagam
madinah mengandung beberapa poin penting yang berhubungan dengan berbagai hukum
dan aturan bagi sebuah masyarakat Islam, berikut ringkasannya:
1. Tampaknya,
satu-satunya istilah modern yang paling dekat untuk mendefinisikan piagam
madinah adalah undang-undang (dustur). Sebab, piagam madinah menyerupai
undang. Isi piagam ini mencakup hampir semua elemen yang biasanya terkandung
didalam undang-undang modern.
2. Piagam
Madinah mencerminkan keadilan dan di representasikan sikap rasulullah saw
terhadap kaum yahudi. Sebenarnya piagam madinah dapat membuahkan hasil yang
manis bagi kedua pihak, muslimin dan yahudi, andaikata kaum yahudi berhenti
melakukan kebiasaan lamanya berbuat makar, konspirasi, dan tipu muslihat.
3. Piagam
Madinah menunjukkan beberapa aspek hukum yang terdapat didalam ajaran Islam
antara lain: Pertama; klausul pertama Piagam Madinah[30] membutikan
bahwa Islam adalah satu-satunya “alat” yang dapat menyatukan umat Islam. Kedua,
klausul kedua dan ketiga[31] menunjukkan
bahwa salah satu faktor terpenting dalam terbentuknya masyarakat Islam adalah
penanaman makna persatuan dan gotong royong dengan sebaik-baiknya. Ketiga,
klausul ketujuh Piagam Madinah[32] menunjukkan
arti sesungguhnya dari prinsip kesetaraan antar sesama muslim. Keempat,
klausul kedua belas piagam madinah[33] menunjukka
kepada kita bahwa hukum yang adil merupakan satu-satunya jalan bagi umat Islam
untuk menyelesaikan pertikaian, perselisihan dan berbagai perkara yang terjadi
diantara mereka.
e) Penulisan
Hadis Ketika Nabi Muhammad di Utus Menjadi Rasul Saw
Setidaknya ada dua aliran dalam
menyoroti kodifikasi hadis, yaitu: (1) mereka yang meyakini kodifikasi hadis
sebagai produk abad kedua hijriyah yang prosesnya baru dimulai sejak Al-Zuhri melaksanakan
tugas berdasarkan surat perintah khalifah Umar Ibn’ Abdul Aziz; dan (2)
mereka yang memandang bahwa kodifikasi hadis sudah berproses sejak masa Nabi
Saw hingga hadis dibukukan dalam kitab-kitab hadis.[34]
Menurut analisa Quraish Shihab,
dari kedua aliran ini yang dapat dibenarkan adalah pendapat aliran yang kedua.
Terbukti ditemukannya beberapa naskah hadis seperti:
a) Al-Shahifah
Al-Shahihah (Shahifah Humam) yang berisikan hadis-hadis Abu Hurarirah yang
ditulis langsung oleh muuridnya Humam Bin Munabbih. Naskah ini ditemukan oleh
Prof. Dr. Hamidullah dalam bentuk manuskrip, masing-masing di Berlin (Jerman)
dan Damaskus (Syiria).
b) Al-Shahifah
Al-Shadiqah, yang ditulis langsung oleh sahabat ‘abdullah bin ‘ash---seorang
sahabat yang oleh Abu Hurairah, dinilai banyak mengetahui hadis---sahabat yang
mendapat izin langsung untuk menulis apa saja yang didengar dari Rasul, baik
saat Nabi ridha maupun marah.
c) Shahifah
Sumarah Ibn Jundub, yang beredar dikalangn ulama yang—oleh Ibn Sirin—dinilai
banyak mengandung ilmu pengetahuan.
d) Shahifah
Jabir Bin ‘Abdullah, seorang sahabat yang, antara lain mencatat masalah-masalah
ibadah haji dan khutbah Rasul yang disampaikan pada Haji Wada’, dan lain-lain.
Dari naskah-naskah ini terbukti
bahwa kodifikasi hadis Nabi Muhammad Saw, telah ditulis atas prakarsa para
Sahabat dan Tabi’in jauh sebelum penulisannya yang secara resmi
diperintahkan oleh Umar Bni Abdul Aziz.[35]
Rupanya Syekh Al-A’zhami juga
mendukung pandangan kedua ini, dan berhasil menemukan daftar jumlah
sahabat yang menulis naskah-naskah hadis dan bahkan berhasil meneliti hadis dan
sekaligus sejarah kodifikasinya. Secara abjadi, nama-nama itu dimulai dari Aban
Bin Sa’id Bin Al-Ash hingga Yazid Bin Abi Sufyan, yang berjumlah 61
orang pebulis. Bahkan dalam disertasinya, kelengkapan nama-nama mereka yang
punya catatan naskah hadis itu tidak kurang dari 450 orang.[36]
C. KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas, dapat
diketahui bahwa aktitivitas ekonomi bangsa Arab pra-Islam telah menjadi pusat
dunia atau sebagai World Trade Center, baik di bagian selatan jazirah Arab
(Yaman) yang dikelola oleh kerajaan Saba’ dan pemerintah Himyar dengan sektor
pertanian yang dominan karena memiliki tanah yang subur dan didukung dengan
adanya bendungan raksasa Maarib, maupun di bagian utara Arab, Hijaz (Makkah)
yang dipengaruhi oleh pihak luar seperti Persia dan Romawi, dengan sektor
perdagangan yang terunggul, karena memang wilayahnya tandus dan gersang, tapi
letak geografisnya strategis sebagai tempat persinggahan para kafilah.
Adapun karakteristik perekonomian
masa Rasulullah adalah sosialis-religius yang menekankan partisipasi kerja
kooperatif yang diberlakukan bagi kaum Muhajirin dan Anshar yang
menyebabkan meningkatnya distribusi pendapatan dan kesejahteraan. Dari sinilah
terlihat konsep demokrasi ekonomi Rasulullah yang tidak harus diartikan sebagai
berlakunya prinsip equal treatment (perlakuan sama), karena menurut
Rasulullah orang yang tidak berpunya perlu memperoleh pemihakan dan bantuan
yang berbeda (partial treatment). Pada prinsipnya Rasulullah sangat
mengutamakan tercapainya kesejahteraan bersama.
Kondisi Politik bangsa Arab
sebelum Islam, hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri
sendiri-sendiri. Satu sama lain acap kali saling bermusuhan. Mereka tidak
mengenal rasa ikatan nasional, asas eksistensi politiknya adalah Kesatuan
Fanatisme. Persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin mereka memakai sistem keturunan
paman.
Ketika Nabi Muhammad telah
diangkat menjadi Rasul, maka peta perpolitikan, sedikit demi sedikit berubah
hingga pada akhirnya Islam meneumkan titik baru perpolitikan di tatkala Nabi
Muhammad Saw berada di Yathrib. Beliau melakukan politik kesepakatan dengan
orang-orang Yahudi dan perjanjian ini dikenal dengan sebutan Piagam
Madinah. Piagam madinah ini merupakan kontribusi besar dalam sejarah
kemanusiaan, yang selalu menjadi kerangka acuan bagi negara muslim hingga kini.
Kodifikasi Hadis telah dilakukan
sejak Masa Rasulullah Saw, bukan dimulai dari masa Khalifah Umar Bin Abdul Aziz
pada abad ke Dua Hijriyah dengan ditemukannya bukti-bukti naskah hadis dan
jumlah penulisnya sebanyak 61 sampai dengan 450 penulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar